Menjadi Orang Tua yang Diskretif

 


    Pertemuan para orang tua ASAK terjadi pada tanggal 17 Maret lalu di Aula SMP Strada pk. 11.00-15.00 yang diikuti kurang lebih 46 peserta. Pertemuan tersebut tercatat pertemuan para orang tua ASAK yang ke-5 selama periode kepengurusan ASAK 2021-2024. Tentu saja ke-5 pertemuan tersebut dengan berbagai keperluan dan tema. Kegiatan semacam ini selalu disiapkan dan diorganisir oleh tim internal ASAK: Priyo, Yulia, Iis, Fafan, Supri: ringkas, efektif dan efisien.

    Seperti yang dipahami dan dihidupi oleh tim ASAK Paroki Kranji sejak 3 tahun terakhir ini bahwa peran dan pelayanan ada 2 macam yakni pelayanan administratif dan formatif. Pelayanan administrative meliputi: pencatatan data siswa/mahasiswa ASAK beserta orang tua, pemberian santunan rutin, survey calon penerima ASAK, penggalangan donasi dan aneka kerja dokumentasi. Sedangkan pelayanan formatif  lebih berorientasi pada pembentukan atau pembinaan bagi anak-anak, mahasiswa juga bagi para orang tua. Bentuk-bentuk layanan formatif ASAK antara lain: les Matematika dan Bahasa Inggris bagi anak-anak ASAK tingkat SD, monitoring perkembangan akademik lewat sekolah atau kampus, pembinaan rutin anak-anak SMP-mahasiswa, konseling  dan “parenting” untuk para orang tua. Orientasi dasar pembinaan untuk siswa dan mahasiswa ASAK adalah menjadi pribadi yang percaya diri, terlibat, adaptif kolaboratif dan reflektif. Sedangkan pembinaan bagi orang tua adalah agar menemukan kesepahaman dan seirama dengan Gereja maupun secara teknis dapat berbagi beban antara tim ASAK dan orang tua dalam menemani anak-anak.

    Prinsip kerja ASAK adalah adaptif, kolaboratif dan formatif. Dalam aneka pelayanannya, ASAK berusaha untuk menjawab kebutuhan anak dan orang tua untuk menemani peziarahan ke masa depan. ASAK juga tak mampu bekerja sendirian dan berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk menempatkan ASAK sebagai medan keterlibatan siapaun: OMK, seksi lain bahkan pihak luar. ASAK juga sebisa mungkin turut menyemai pembentukan pribadi dan pengkaderan awal orang muda Gereja menjadi man and woman for others.


    Tema pertemuan orang tua ASAK pada 27 Maret yang lalu adalah “Menjadi orang tua yang dikretif”. Seperti pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, kegiatan ini lebih bertujuan untuk memberikan ruang perjumpaan bagi para orang tua ASAK untuk berbagi pengalman kesulitan, pergulatan, kegembiraan dan harapan dalam menemani anak-anak mereka. Pada pertemuan-pertemuan tersebut, mereka diajak untuk menemukan jalan-jalam baru dalam menghadapi tantangan kesehariannya. Agar mereka tidak merasa sendiri dalam menanggung beban hidup. Kami kurang percaya diri untuk menyebutnya sebagai proses “parenting” karena kami merasa tidak ahli dalam bidang itu.

 

    Apa dan mengapa istilah “diskretif” diangkat sebagai kata kunci tema pertemuan tersebut? Istilah diskretif berasal dari kata “diskresi” sebuah istilah kunci yang khas dalam Spiritualitas Ignasian. Pada dasarnya, diskresi dalam konteks Ignasian adalah cara atau metode pengambilan keputusan-keputusan penting dalam hidup sehari-hari dengan mempertimbangkan kehendak Allah. Sebagai tahapan adalah memilah, memilih dan akhirnya memutuskan. Memilih artinya bukan memilih yang buruk dan baik, tetapi memilih yang baik, lebih baik dan terbaik bagi hidup kita. Atau cara mengambil keputusan berkaitan dengan masa depan anak yang melibatkan Tuhan. Konkritnya, ada 2 aspek dalam proses pengambilan keputusan yang diskretif yakni 1) aspek nalar dan intuisi: ,menimbang pro-kontra, data, risiko, pandangan orang lain dst. 2) aspek rohani: apa yang Tuhan kehendaki atas rencana/keputusan tersebut. 3) Mohon rahmat kekuatan Tuhan untuk sanggup menanggung risiko atas keputusan yang diambil. Diskresi atau pengambilan keputusan yang diskretif  bukanlah proses yang instan sekali jadi, tapi butuh latihan terus menerus sepanjang hidup.

 

    Tahapan proses ringkas pertemuan orang tua ASAK tanggal 27 Maret 2024 lalu adalah:

1.              Setelah ice breaking untuk mengakrabkan para orang tua, mereka diajak untuk melihat kembali pengalaman akan hal-hal atau kebiasaan  postif maupun negative yang dilakukan terhadap anak dengan menuliskan di sticky note. Setelah itu, para peserta diminta untuk menempelkannya di dinding dan kemudian setiap peserta diminta untuk melihat-lihat semua yang dituliskan di sana.

2.                Sesudahnya, secara sampling beberapa orang tua mensharingkan pengalamannya dari apa yang ditulis beserta refleksinya: mengapa melakukan kebiasaan-kebiasaan tersebut dan apa dampaknya bagi anak maupun bagi orang tua sendiri dalam konteks relasi orang tua dan anak. Dari sharing-sharing mereka, umumnya mengatakan bahwa pertama, betapa sulitnya mendidik anak di jaman sekarang terutama oleh karena perangkat digital yang digunakan. Kedua, perbedaan persepsi, orientasi dan generasi antara orang tua dan anak.

3            Proses selanjutnya, para orang tua diajak untuk melihat karakteristik umum beberapa generasi. Yakni, mulai dari periode generasi baby boomer, generasi X, generasi Y/milenial, generasi Z/digital dan generasi post-Z/alfa. Masing-masing periode generasi memiliki karakteristiknya masing-masing yang pada umumnya berbeda satu sama lain. Ketika ditanya termasuk generasi manakah para orang tua ASAK tersebut? Ternyata sebagian besar adalah generasi X dan generasi milenial. Dan anak-anak mereka adalah generasi Z. Secara kultural, generasi para orang tua dan anak pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua yakni digital migrant generation dan digital native generation. Akan tetapi kedua perbedaan itu dapat diletakkan dalam ruang kultur digital yakni persepsi (cara berpikir, merasa dan bertindak) yang dibentuk oleh perangkat/gadget, internet of things, media sosial dan aplikasi digital.

4.            Dari wawasan tersebut, para orang tua diajak untuk menemukan hal paling sulit yang dialami pada pola relasi dengan anak dan menemukan cara-cara baru dalam mendampingi anak-anak mereka lewat sharing kelompok.

5.             Perjumpaan para orang tua hari itu diakhiri dengan Latihan Examen/pemerikasaan batin secara Ignasian dengan tahapan berikut: 1) Bersyukur atas peristiwa dan rahmat kebaikan Tuhan apa saja sebagai orang tua ASAK. 2) menemukan dan melihat kembali kelemahan dan kerapuhan diri sebagai orang tua yang kerap dilakukan dan dengan rendah hati mohon rahmat pengampunan Tuhan. 3) Rahmat yang dimohon: kekuatan dan komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik dihari-hari mendatang denfan focus satu atau dua hal yang hendak diperbaiki. 4) secara khusus para orang tua mendoakan anak-anak mereka. 


(Kontributor: M. Sumartono/volunteer ASAK-Fasilitator)